Berikut ini beberapa faktor yang menyebabkan mengapa
anak bersikap negatif dan bagaimana kita memberikan teladan supaya anak
bersikap positif:
- Sikap positif dimulai dari relasi nikah
orangtua yang positif. Relasi nikah yang positif berarti tidak banyak
ketegangan dan inilah awalnya: anak hanya dapat mengembangkan sikap
positif bila jiwanya tenteram. Sebaliknya, jiwa yang sarat ketakutan
akan sulit melihat hidup secara positif. Relasi nikah orangtua adalah
fondasi perkembangan diri anak; bila relasi nikah buruk, anak pun dengan
mudah mengembangkan sikap negatif. Relasi yang buruk menciptakan
ketegangan pada diri anak dan ini akan menyukarkan anak membangun sikap
positif. Dalam relasi buruk, orangtua cenderung menyoroti hal buruk pada
diri pasangannya dan ini membuat anak "belajar" melihat hal buruk pada
diri orang lain.
Orangtua menghadapi kesusahan hidup secara
negatif dan akhirnya sikap negatif inilah yang dipelajari anak dalam
menghadapi kesusahan hidup. Ia belajar untuk menyalahkan, bukan mencari
solusi. Adakalanya orangtua melibatkan anak dalam masalah yang jauh
melampaui usianya; ini akan membuat perkembangan anak tertindih dan
melenceng. Karena pada usia belia ia belum dapat memikul beban yang
berat dan belum bisa mencarikan solusi, pada akhirnya jiwanya sarat
dengan masalah belaka-tanpa solusi. Ia cepat stres dan mudah menyerah.
Mazmur 107:31, "Biarlah mereka bersyukur kepada Tuhan
karena kasih setia-Nya, karena perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib
terhadap anak-anak manusia." Tuhan meminta kita menjadi orang yang
bersyukur karena Tuhan mengasihi kita dan setia kepada kita, dan
perbuatan-Nya ajaib dan baik kepada kita, maka kita harus mengingat ini.
Orangtua yang bersyukur, berarti orangtua yang melihat hidup dari
kacamata yang positif. Karena mengetahui, percaya ada Tuhan, dan ada
Tuhan yang memelihara dan mengatur segalanya. Ini adalah dasar sikap
positif kita, ini yang mesti kita bawa ke dalam rumah kita dan ini nanti
yang akan ditiru oleh anak-anak kita.
Orangtua yang menyoroti aspek positif pada
anak akan menanamkan pandangan positif anak terhadap dirinya dan juga
orang lain. Anak yang menerima komentar positif tentang dirinya akan
memiliki penilaian positif pula terhadap dirinya. Karena orangtua
menerima dirinya apa adanya, ia pun menerima dirinya apa adanya. Ia pun
akan belajar untuk melihat orang lain dari segi positifnya pula. Dengan
kata lain, ia tidak mencari-cari yang buruk pada dirinya atau orang
lain. Ini tidak berarti bahwa ia harus selalu dipuji; sudah tentu akan
ada waktu dan tempat untuk menyampaikan tanggapan yang negatif. Jika itu
yang harus dilakukan, penting bagi kita untuk memperhatikan dua hal.
Pertama, kita harus menyampaikan komentar negatif itu secara positif
yakni dengan cara menegaskan tujuannya (mencari solusi, bukan penyebab)
dan bukan dengan nada merendahkan. Kedua, kita tidak boleh menyerang
kepribadiannya; utarakanlah sejelas dan sekonkret mungkin apa itu yang
telah dilakukannya. Jadi, fokuskan pada perbuatan, bukan dirinya.
Orangtua yang sering bercanda gurau dengan
anak cenderung membangun sikap positif pada anak. Canda gurau
menimbulkan kegembiraan pada hati anak dan sikap positif lebih mudah
bertunas pada jiwa yang riang. Lebih jauh lagi, canda gurau menolong
anak untuk tidak selalu menatap hidup dengan serius. Kadang kita harus
bersikap serius namun tidak selalu kita harus memperlakukan hidup dengan
serius. Canda gurau juga akan menolong anak untuk memperlakukan dirinya
dengan tidak terlalu serius. Anak yang memperlakukan dirinya dengan
serius akan menjadi kaku dan mudah tersinggung. Sebaliknya anak yang
dapat menertawakan dirinya akan mudah tersenyum bahkan di tengah
kekecewaan.
Amsal 27:18, "Siapa memelihara pohon ara akan memakan
buahnya..." Jadi dengan kata lain Tuhan mau berkata, yang kita tabur
itulah yang kita tuai. Jadi sebagai orangtua tanamlah sikap yang
positif, tanamlah benih positif nanti itulah buah yang akan dipetik.
Anak-anak pun akan menuai buah yang positif dalam hidupnya.
0 komentar:
Posting Komentar